Kalau para pahlawan adalah anak – anak zaman mereka, maka tentulah mereka membutuhkan potongan
potongan zaman yang merangsang munculnya kepahlawanan mereka. Ada banyak orang yang lahir dan
mati tanpa pernah menjadi pahlawan; karena ia lahir pada zaman yang lesu, dimana hampir semua wanita
seakan madul atau enggan melahirkan pahlawan.
Begitulah awalnya kesaksian kita, bahwa ada banyak potongan zaman yang kosong dari para pahlawan. Zaman
kevakuman, zaman tanpa pahlawan. Pada potongan zaman seperti itu mungkin ada orang yang berusaha menjadi
pahlawan; tapi usaha seperti itu seperti sebuah teriakan di tengah gurun, ada gemuruh sejenak, lalu lenyap ditelan
sunyi gurun.
Itulah yang terjadi pada saat sebuah peradaban sedang terjun bebas menuju kehancuran atau keruntuhannya. Ambillah
contoh setting sejarah Islam kembali. Setelah berakhirnya kekuasaan Daulatul Muwahhiddin dan Daulatul Murobithin, di
kawasan afrika utara, pada penghujung milenium hijriah pertama, sulit sekali menemukan anama besar dalam sejarah Islam.
Siapakah pahlawan Islam yang kita kenal dari generasi abad kesebelas dan duabelas hijriah? saat itu bertepatan dengan abad
ke-18 dan ke-19 masehi. saat itulah penjajahan bangsa Eropa atas dunia Islam terjadi.
Para pahlawan Islam bermunculan kembali setelah abad ketigabelas hijriyah. Generasi pahlawan yang muncul pada abad ini adalah
para pembaharu Islam. Ada nama Muhammad bin Abdul Wahhab di jazirah arab. Ada nama Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, Hasan Al-Banna, Sayyid Quthub di mesir, ada Al-Maududi di Pakistan, ada Al-Kandahlawi di India.
Begitulah mata rantai kepahlawanan pembaharu dimulai; kelesuan zaman madul telah sampai pada titik nadirnya; kesabaran orang – orang
terjajah telah habis. kelemahan orang – orang tertindas telah menjelma menjadi kekebalan, mereka terbangun dalam gelap, bergerak
dalam ketidak jelasan. tapi mereka telah bergerak. Ruh kehidupan umat telah kembali.
Sejarah kepahlawanan manusia, dengan begitu, sebenarnya merupakan bagian dari sejarah peradabannya. Ini menjelaskan mengapa lebih
banyak pahlawan yang lahir dari peradaban – peradaban besar dan relatif tua. masyarakat primitif, sebaliknya, biasanya memiliki nasib yang
sama dengan masyarakat dari sebuah peradaban yang baru saja mengakhiri masa kejayaannya; seperti perempuan madul yang tidak mungkin
melahirkan pahlawan.
kenyataan inilah yang menjelaskan hubungan timbal balik antara pahlawan dan lingkungannya, antara tokoh dan peradabannya; sejarah peradaban adalah sejarah pahlawannya, tetapi para pahlawan itu tetap saja merupakan anak – anak yang lahir dari rahim peradaban. Para pahlawan menjadi simbol kekuatan sebuah peradaban, tapi peradaban memberi ruang yang luas bagi munculnya para pahlawan itu. sebaliknya juga demikian. Hilangnya para pahlawan adalah isyarat matinya sebuah peradaban, tapi runtuhnya sebuah peradaban adalah isyarat hilangnya ruang gerak bagi para pahlawan.
hubungan antara pahlawan dan lingkungannya, antara tokoh dan peradabannya, adalah hubungan saling menghidupkan dan saling mematikan.
~ Ust. M. Anis Matta, Lc.
[…] Muara Peradaban […]
I really had to share this unique article, “Muara Peradaban
Struggle To Be a Good Muslim” along with my best friends on facebook itself.
I actuallyjust simply sought to distribute ur wonderful publishing!
With thanks, Therese